NAMA : HASAN
NURDIN
NIM : 1211101003
JURUSAN : AQIDAH
FILSAFAT
RANGKUMAN DARI
BUKU ;
TEOLOGI ISLAM :
“ALIRAN-ALIRAN SEJARAH ANALISA PERBANDIANGN”
Dalam istilah Arab ajaran-ajaran dasar disebut usul
al din dan, oleh karna itu buku yang membahas soal-soal telogi dalam Islam
disebut kitab Usul al-din. Teologi dalam Islam juga disebut kata Tauhid. Di
indonesia Ilmu Tauhid kurang mendalam pembahasan tidak besifat Filosofis dalam
Islam sebenarnya teologi berbagi aliran-aliran, ada aliran liberal, ada alitran
tradisonal, dan yang membuat pemahaman Islam itu menjadi sepit adalah adanya
fikih. Islam sebenanya tidak hannya mempunyai asfek Fikih saja, tetapi punya aspek-aspek lain, ada aspek teologi,
aspek sejarah, aspek mistik, aspek filsafat, aspek budaya dan aspek ilmu
pengetahuan dan lain-lain.
Lahirnya Ilmu Tauhid
Berikut ini ringkasan dari uraian Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Al-Islam
mengenai kedua factor tersebut;
·
Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah factor yang berasal dari islam
sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah :
a.
al-Qur’an disamping
berisi masalah ketauhidan, kenabian. Dan lain- lain berisi pula semacam apologi
dan polemic, terutama terhadap agama-agama yang ada pada waktu itu, misalnya :
Surat al-Maidah ayat 116 berisi penolakan terhadap
ketuhanan Nabi Isa. Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:
"Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan
kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain
Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan
Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib".
(Al- Maidah 116).
b.
Pada periode
pertama masalah keimanan tidak dipersoalkan secara
mendalam. Setelah Nabi wafat dan Ummat islam bersentuhan dengan kebudayaan dan peradaban asing, mereka mulai mengenal
Filsafat, merekapun menfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara
lahir nampak satu sama lain tidak sejalan, bahkan kelihatan bertentangan. Hal
tersebut perlu dipecahkan sebaik mungkin, dan untuk memecahkannya perlu sutu ilmu
tersendiri.
c.
Masalah politik,
terutama yang berkenaan dengan khalifah, menjadi factor pula dalam kelahiran
ilmu tauhid.
·
Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern ialah factor yang datang dari luar
islam. Faktor tersebut antara lain ialah pola piker ajaran agama lain yang
dibawa oleh orang tertentu, termasuk Umat Islam yang dahulunya menganut agama
lain ke dalam ajaran islam
a.
Masa Rashulullah
Saw.
Masa Rashulullah Saw meruakan periode pembinaan aqidah dan
peraturan-peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulata Islam. Segala
masalah yang kabur dekembalikan kepada Rashulullah Saw untuk dipertanyakan,
sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan diantara umatnya. Dengan
demikian Tauhid pada masa Rashulullah tidak sampai kepada perdebatan dan
polemic yang berkepanjangan, karena Rashulullah sendiri yang menjadi
penengahnya.
b.
Masa
Khulafaurrasyidin
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634-644 ) problema keagamaan juga masih
relative kecil termasuk masalah aqidah. Tapi setelah Umar wafat dan Ustman bin
Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun timbul. Abdullah bin Saba, seorang Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim, salah seorang
penyulut pergolakan. Meskipun itu
ditiupkan, Abdullah bin Saba’ pada masa pemerintahan Ustman namun kemelut yang
serius justru terjadi di kalangan Umat Islam setelah Ustman mati terbunuh ( 656
). Perselisihan di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan
Ali bin Abi Thalib ( 656-661 ) dengan terjadinya perang saudara, pertama,
perang Ali dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal,
kedua, perang antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang Shiffin.
Pertempuran dengan Zubair dan kawan-kawan dimenangkan oleh Ali, sedangkan
dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim ( Arbritrase ). Hal ini berpengaruh pada
perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya aliran-aliran
c.
Masa Bani Umayah ( 661-750 M )
Dalam masa ini kedaulatan Islam
bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk
mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum
muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam.
Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya
belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa
ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang
selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Masalah aqidah menjadi
perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai
aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah
Penghujung abad pertama Hijriah muncul
pula kaum Khawarij, suatu kelompok yang keluar dari barisan sahabat Ali bin Abi
thalib, dia (red; Ali bin Abi Thalib) dipandang sudah kafir, karena dia mau
menerima hukum manusia dan mengabaikan hukum Tuhan. Walaupun pada mulanya
mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena
alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap setia kepada Ali disebut dengan
kelompok Syi’ah.
d.
Masa Bani Abbasiyah
( 750-1258 M ).
Pada zaman Bani Abbas, Filsafat Yunani danSains banyak dipelajari Umat
Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa
mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata
filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan
ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut. Namun sikap
Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat
controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya. Akhirnya lahir
aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan
Abu Mansur Al-Maturidi.
Aliran-Aliran
1.
Khawarij
Seperti yang telah dijelaskan di atas, khawarij pada awalnya adalah
salah satu kelompok atau barisan dari pendukung Ali. Namun karena ada
kekecewaan dari kelompok khawarij atas
keputusan Ali yang menerima tawaran musyawarah ketika perang jamal terjadi dengan
Muawiyah. Kelompok yang tidak sepakat menerima keputusan itu adalah kkhawarij,
dan khawarij menuding bahwa Ali telah kafir, karena beliau mau menerima hasil
keputusan muyawarah ( Tahkim/arbitrase ), dan mengabaikan hukum Tuhan. Secara
umum ajaran-ajaran pokok khawarij adalah :
1.
Orang islam yang
melakukan dosa besar adalah kafir.
2.
Orang-orang yang
terlibat dalam perang jamal ( antara Aisyah, Thalhah dan Zubair dengan Ali bin
Abi Thalib ) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima dan membenarkan
dihukumkan kafir.
3.
Khalifah harus dipilih langsung oleh Rakyat
2.
Murji’ah
Satu hal yang sulit diketahui dengan pasti ialah siapa sebenarnya
pendiri atau tokoh Ulama’ aliran ini. Menurut Syahrastani, Husain bin Muhammad
bin Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama yang menyebut irja. Akan
tetapi, hal ini belum menunjukkan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah. Hal-hal
yang melatar belakangi kehadiran Murji’ah antara lain :
1.
Adanya perbedaan
pendapat antara orang Syi’ah dan khawarij.
2.
Adanya pendapat yang
menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan yang
menyebabkan terjadinya perang jamal.
3.
Adanya pendapat
yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Ustman bin Affan .
Adapun ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh murji’ah dalam perkembangan
ilu tauhid dan tokohnya adalah;
a.
Iman hanya
membenarkan di dalam hati.
b.
Orang islam yang
melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir, selama ia engakui 2 kalimah
syahadah.
c.
Hukum terhadap
perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.
Sedangkan tokoh yang terkenal dalam sekte murji’ah adalah Hasan bin
Bilal Al- Muzni, Abu Sallat al Samman dan Dirar bin Umar. Tokoh Murji’ah yang
moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
3.
Qodariyah
Madzhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran- ajaran
ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Tokoh Ulama’ Qadariyah adalah Ma’bad
Al-Juhari dan Ghailan Al-Dimasqi. Pokok aliran Qadariyah antara lain adalah
manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak ( Qudrah ) dan memilih atau
berkehendak
Kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik
pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah,
namun paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini
tertampung dalam madzhab mu’tazilah.
4.
Jabariyah
Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah. Paham Qadariyah
pada mulanya dipelopori oleh Ja’d bin Dirham. Pokok-pokok paham Jabariyah Menurut
Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya dan
tidak memiliki kemampuan untuk memilih.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan
oleh dalang tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
5.
Mu’tazilah
Mu’tazilah lahir pada abad ke 2 H dengan Tokoh utamanya Washil bin
Atha’. Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah. Ada 5 prinsip ajaran Mu’tazilah
yang dirumuskan oleh Tokoh besar aliran ini, Abu Huzail Al-Hallaf :
1.
Al-Tauhid (keesaan
Tuhan )
2.
Al-Adl (
keadilan-keadilan )
3.
Al-Wa’du wal Wa’id
( janji dan ancaman )
4.
Al-Manzilah bain
al- Manzilatain
5.
Amar Ma’ruf nahi
Munkar.
Tokoh-tokoh Mu’tazilah, Washil bin Atha’, Abu Hudzail
Al-Hallaf, Al-Nazzam, Al-Jubb’ai.
6.
Ahlussunah
waljama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Jama’ah artinya Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung
arti ”sekelompok atau golongan yang mengikuti ajaran atau sunnah Nabi dan
Al-Quran”.
Madzhab Ahlussunah Waljama’ah dalam Ilmu Tauhid menggunakan dalil
naqli dan dalil aqli. Dalil naqli ialah
dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rashulullah Saw. Sedangkan dalil aqli ialah
dalil yang akal atau rasio manusia.
AKAL DAN WAHYU
Teologi sebagai Ilmu yang mempelajari ketuhanan yang menggunakan akal
dan wahyu, akal sebagai daya fikir yang ada dalam diri manausia, berusaha keras
untuk mencapai Tuhan dengan akalnya, dan Wahyu sebagai pengkhabaran dari alam
metafisika turun kemanusia seperti yang dilakukuan oleh para Nabi yang
memberikan kabar gembira dan perintah-perintah dari Tuhan untuk mentaatinya dan
meyakininya.
Namun setiap golangan atau aliran mempunyai paham yang sedikit berbeda
tentang menanggapi anatar akal dan wahyu dan mempunyai empat masalah. Persolan
yang pertama kekuasan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dua masalah pokok
yang masing-masing bercabang dua. Masalah petama soal mengetahui Tuhan dan
masalah kedua soal baik dan jahat.
sebagian mengatakan sebelum turunya wahyu akal pun mampu mengetahi yang
baik dan yang jahat. dan sebagian ada
yang mengatakan bahwa akal itu tidak akan pernah sempurna untuk memmahami yang
baik dan yang jahat, karena sebelum adanya wahyu turuan tidak adal larangan
atau kewajiban-kewajiaban untuk mengetahui Tuhan, dan ada juga yang mengatakan
memang akal itu mampu untuk mengetahui yang baik dan yang jahat, namun wahyu
lah yang akan memperkuat mana yang baik dan yang jahat dan yang membing-bing
kepada Tuhan.
Al-Ghazali, al-Asy’ari dan al- Baghdadi, juga berpendapat bahwa akal tak
dapat membawa kewajiaban-kewajiaban bagi Manusia, Kewajiban-kewajiban
ditentukan oleh wahyu, “degan demikan kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan
kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan
perantara wahyu paham ini, bagi
al-Ghozali merupakan sifat bagi perbuatan-perbuatan dan sesuatu perbuatan
sebenarnya besifat wajib kalau tidak dilakukan perbuatan itu menimbulkan
kemudaratan bagi manusia kelak di akhirat”. yang tersebut akhirnya ini dapat
diketahui kewajiban-kewajiban dapat diketahui menusai hanya dengan wahyu.
Adapun soal mengetahui Tuhan, maka uraian al-Ghazali bahwa hujud Tuhan
dapat diketahui melalui dengan pemikiran tentang alam yang bersifat dijadikan.
Mengandung arti bahwa soal itu dapat diketahui oleh aka. Hal ini diperkuat oleh
keterangan al-Ghazali selanjutnya bahwa objek pengetahuan terbagi menjadi tiga;
yang dapat diketahui dengan akal saja, yang dapat diketahui dengan wahyu saja
dan yang dapat diketahui oleh akal dan wahyu, wujud Tuhan yang dimaksud oleh
al- Ghazali dalam katagori yang dapat diketahui oleh wahyu tanpa akal.Namun ada
sedikit berbeda dengan pemka-pemuka Asy’ariah. Asy’ariah mengatakan semua
kewajiban diketahui dengan wahyu dan semua pengetahuan diketahui oleh akal.
Yang memberi daya terbesar kepada akal dan fungsi terkecil kepada wahyu,
manusia dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan. Tetap dala, sistem
tiologi, yang memberikan daya terkecil kepada akal dan fungsi terbesar kepada
wahyu, manusia dipandang lemah dan tidak merdeka tegasnya, manusia, dalam
aliran Mu’tazilah, dipandang berkuasa dan merdeka sedangkan manusia dalam
aliran Asy’ariah dipandang lemang dan jauh kurang merdeka. Di dalam aliran
muturidiah manusia mempunyai kedudukan menang di antara manusia dalam pandangan
Mu’zailah dan manusia dalam pandangan Asy’ariah. Dalam pandangan cabang
Samarkand lebih berkuasa dan merdeka daripada manusia.
Petentangan anatara kaum Mu’tajalah dengan kaum Asy’ariah dalam masalah
ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika
Tuhan mempunyai sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan zat Tuhan.
Kaum mutazaliah mencoba menyelesiakan persolan ini dengan mengatakan bahwa
Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasan, sebagaimana
dijelaskan oleh al-Asy’ari, besifat negative.
Logika mengatakan Tuhan, karena besifat imateri, tak dapat dilihat
dengan mata kepala. Dan inilah pendapat kaum Mu’tazilah. Sebagai argument, Abd
al-jabbar, mengatakan Tuhan tak mengambil tempat dan dengan demikan tak dapat
dilihat, karena yang dapat dilihat hanyalah yang mengambil tempat. Dan juga
kalau Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, Tuahan akan dapat dilihat
sekarang dalam ala mini juga. Dan tak ada orang yang melihat, namuan untuk kaum
Asy’ariah, sebaliknya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat tajassum
atau anthropomorphis, sungguh pun sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat
jasmani yang ada dalam alam materi ini. Tuhan berkuasa mutlak dan dapat
mengadakan apa saja.
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ariah, Maturidiah apalagi
Mu’tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
teologi yang timbul di kalangan umat Islam. Perbedaan dalam derajat kekuatan
yang diberikan kepada akal. Kalau Mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai
daya yang kuat, Asy’ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang
lemah.
Teolog-teolog yang berpendapat
kepada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah
perbedaan dalam interpretasi menganai ayat-ayat al-Quraan dan Hadis. Dengan
demikan timbulah teologi liberal seperti yang terdapat dalam aliran Mu’tazilah.
Teolog-teolog yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah memberikan
interpretasi harfi atau dekat dengan arti harfi dari teks al-Qur’an dan hadis.
Sikap demikan menimbulkan teologi tradisional sebagai mana yang ada dalam
aliran asy’ariah.
Dalam masyarakat Islam, dengan
pembahsan yang bersifat filosofis, sukar dapat ditangkap oleh golongan awan.
Tetapi teologi tradisional, dengan uraiannya yang sederhana, mudah dapat
diterima oleh kaum awam.
Pada hakikatnya semua aliran tersebut, tidaklah kelar dari
Islam, tetapi tetap dalam Islam. Dengan demikan tiap orang Islam bebas memilih
selah satu dari aliran-aliran teologi tersebut, hal ini tidak ubahnya pula
dengan kebebasan tiap orang Islam memilih mazhab fikih mana yang sesuai dengan
jiwa dan kecenderuangannya. Disinilah kelihatan hikmat ucapan Nabi Muhamad SAW:
“perbedaan paham di kalangan umatku membawa rahmat.“ memang rahmat besarlah
kalau kaum terpelajar menjumpai dalam Islam aliran-aliran yang sesuai dengan
jiwa dan pembawaannya, dan kalau pula kaum awan memperoleh dalamnya
aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuahan rohaninya
0 komentar:
Posting Komentar